BAB I
PRINSIP-PRINSIP
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NASIONAL
PRINSIP PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN NASIONAL
A.
Pendidikan
Diselenggarakan Secara Demokratis dan Berkeadilan Tidak Diskrimatif dengan
Menjunjung Tinggi Hak Asasi Manusia, Nilai Keagamaan Nilai Kultural dan
Kemajemukan Bangsa.
Demokrasi
pendidikan pada dasarnya dapat dilihat dalam dua sudut pandang, pertama,
demokrasi secara horisontal, bahwa setiap anak harus mendapat kesempatan yang
sama tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa dalam menikmati pendidikan di
sekolah. Di Indonesia hal ini jelas sekali tercermin pada UUD 1945 pasal 31
ayat 1 yaitu "Tiap-tiap warga negara mendapat pengajaran". Kedua,
demokrasi secara vertikal, bahwa setiap anak mendapat kesempatan yang sama
untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah setinggi-tingginya, sesuai dengan
kemampuannya. Lembaga pendidikan
merupakan "lembaga normatif" ia dibangun dan berdiri atas dasar
"nilai" dan "kebenaran ilmiah".
B.
Pendidikan
Diselenggarakan Sebagai Satu Kesatuan yang Sistemik dengan Sistem Terbuka dan
Multi Makna
Secara
operasional, proses pendidikan terjadi dengan melibatkan berbagai unsur dan
senantiasa terkait dengan fenomena sosial lainnya. Oleh karena itu, pendidikan
sering dipahami dari pendekatan sistemik sebagai sekumpulan komponen yang
saling berhubungan dalam mencapai sasaran- sasaran umum tertentu. Dalam
pengertian ini setidaknya sebuah sistem mengandung beberapa prinsip,
diantaranya keterintegrasian, keteraturan, keutuhan, keterorganisasian,
keterhubungan, dan ketergantungan antara komponen satu dengan komponen yang
lain dengan sistem terbuka dan multi makna, perpaduan ke-harmonisan dan
keseimbangan serta interaksi unsur- unsur esensial pendidikan, pada tahap
operasional dipandang sebagai faktor yang sangat menentukan keberhasilan
pendidikan.
Pendidikan
dianggap sebagai proses seumur hidup sementara pengajaran merupakan proses
dalam usia terbatas. Istilah lain dari pengajaran adalah penyekolahan (Schooling).
Pengajaran atau penyekolahan dianggap sebagai sesuatu dan pendidikan adalah
sesuatu yang lain. Padahal pengajaran atau penyekolahan itu membutuhkan waktu
hampir separuh dari umur manusia rata-rata. Pembagian inilah yang menyebabkan
keterpisahan secara rigid dalam diri manusia yang satu. Artinya, satu orang
dalam kehidupannya menjalani dua proses yang sebenarnya satu, yaitu pendidikan
dan pengajaran atau penyekolahan.
Orientasi pada
anak didik dalam pengembangan kurikulum memberikan arah dan pedoman pada setiap
kurikulum untuk memenuhi kebutuhan anak didik yang disesuaikan dengan bakat,
minat dan kemampuannya. Kurikulum hendaknya bersifat child–cen–tered dan
memberikan peluang seluas-luasnya kepada anak didik untuk berkembang. Berkaitan
dengan itu, Crow And Crow menyarankan hubungan kurikulum dengan anak didik
sebagai berikut
1. Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan ke-adaan perkembangan anak
didik.
2. Isi kurikulum hendaknya mencakup keterampilan, pengetahuan dan
sikap yang dapat digunakan anak didik dalam kehidupannya.
3. Anak didik hendaknya didorong untuk belajar secara aktif dan tidak
sekedar menerima pasif apa yang dilakukan oleh pendidik.
4. Sejauh mungkin apa yang dipelajari anak harus mengikuti minat dan
keinginan anak didik yang sesuai dengan taraf perkembangannya.
Orientasi kurikulum pada
kebutuhan masyarakat dikembangkan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memusatkan
tujuan pendidikan pada perhatian dan kebutuhan masyarakat.
2. Menggunakan
buku-buku dan sumber-sumber dari masyarakat sebanyak- banyaknya.
3. Menyusun
kurikulum berdasarkan kehidupan manusia.
4. Memupuk
jiwa pemimpin dalam lapangan kehidupan masyarakat.
5. Mendorong
anak didik untuk aktif kerja sama dan saling mengenal arti sesama.
Dalam
pandangan ini, kurikulum merupakan media social engineering yang mengutamakan
kepentingan sosial di atas kepentingan individu. Tujuannya adalah perubahan
sosial atas tanggungjawab masa depan masyarakat.
C. Pendidikan Diselenggarakan Sebagai Suatu Proses Pembudayaan
dan Pemberdayaan Peserta Didik yang Berlangsung Sepanjang Hayat.
Peranan
pendidikan dalam proses pemberdayaan, bukan hanya sekedar mentransfer
nilai-nilai kebudayaan dari satu bejana ke bejana yang berikutnya yaitu
Generasi Muda, tetapi dalam proses interaksi antara pribadi dengan kebudayaan
betapa pribadi tersebut merupakan agen yang kreatif dan bukan pasif. Di dalam
proses pembudayaan terdapat pengertian-pengertian sebagai berikut:
1.
Penanaman
dan Invensi (discovery and invention)
Kedua proses ini menempati peranan yang penting sekali
di dalam pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan. Tanpa penemuan-penemuan yang
baru dan tanpa invensi suatu budaya akan mati. Suatu penemuan berarti menemukan
sesuatu yang sebelumnya belum dikenal tetapi yang telah tersedia di alam
sekitar atau di alam semesta ini. Istilah invensi lebih terkenal di dalam
bidang pengetahuan.
2. Akulturasi Salah satu bentuk difusi
kebudayaan ialah akulturasi.
Misalnya unsur-unsur budaya jawa telah masuk di dalam
budaya sistem pemerintahan di daerah. Proses akulturasi tersebut lebih
dipercepat dengan adanya sistem pendidikan yang tersentralisasi dan mempunyai
kurikulum yang uniform.
3. Asimilasi Proses asimilasi dalam kebudayaan
terjadi terutama antar etnis dengan sub budayanya
masing-masing.
Biasamya proses asimilasi kebudayaan yang terjadi di
dalam perkawinan akan lebih cepat dan lebih alamiah sifatnya.
4. Inovasi Inovasi mengandalkan adanya pribadi
yang kreatif.
Dalam setiap kebudayaan terdapat pribadi-pribadi yang
inovatif. Dengan kata lain, pendidikan yang inovatif, yang mematikan
kreativitas generasi muda, berarti tidak memungkinkan suatu bangsa untuk
bersaing hidup di dalam masyarakat modern yang akan datang.
5. Fokus
Konsep ini menyatakan adanya kecenderungan di dalam
kebudayaan ke arah kompleksitas dan variasi dalam lembaga-lembaga serta
menekankan pada aspek-aspek tertentu. Artinya berbagai kebudayaan memberikan
penekanan kepada suatu aspek tertentu misalnya kepada aspek teknologi, aspek
kesenian, aspek perdagangan, dan sebagainya.
6. Krisis
Dalam kaitan ini peran pendidikan sangat menentukan
karena pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai moral bangsa dalam jangka
panjang akan memantapkan arah jalannya akulturasi tersebut. Dalam jangka
panjang pendidikan akan menentukan pencapaian tujuan dari perubahan itu
sendiri.
7. Visi Masa Depan
dewasa ini diperlukan suatu visi ke arah masyarakat
dan bangsa kita ini akan menuju. Tanpa visi yang jelas yaitu visi yang
berdasarkan nilai-nilai yang hidup di dalam kebudayaan bangsa Indonesia, akan
sulit menentukan arah perkembangan masyarakat dan bangsa kita ke masa depan.
Dalam konsep pendidikan seumur hidup pendidikan
formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal saling mengisi dan saling
memperkuat untuk menciptakan pemberdayaan peserta didik dalam kehidupannya.
1)
Pendidikan Sekolah (Pendidikan Formal)
Pendidikan sekolah adalah pendidikan di sekolah, yang
teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan yang dibagi dalam waktu-waktu
tertentu yang berlangsung dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Akan
tetapi, saat ini sekolah bukan satu-satunya tempat bagi setiap orang untuk
belajar. Namun, kita menyadari bahwa sekolah merupakan tempat dan periode yang
sangat strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk anak didik dalam
menghadapi masa depannya.
2)
Pendidikan Luar Sekolah yang Dilembagakan (pendidikan
Non formal)
Pendidikan non formal adalah semua bentuk pendidikan
yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah dan berencana di luar
kegiatan persekolahan. Dalam hal ini, tenaga pengajar, fasilitas, cara
penyampaian, dan waktu yang dipakai, serta komponen-komponen yang lainnya
disesuaikan dengan keadaan peserta didik
Pendidikan non formal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keselarasan, pendidikan
ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan peserta didik. Pendidikan non formal
bersifat fungsional dan praktis, serta pendekatannya lebih fleksibel
3)
Pendidikan Luar Sekolah yang tidak Dilembagakan
(Informal)
Pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan adalah
proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan
sadar atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis, sejak
seseorang lahir sampai mati, seperti di dalam keluarga, tetangga, pekerjaan,
hiburan, pasar, atau di dalam pergaulan sehari-hari. Walaupun demikian
pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan seseorang, karena dalam kebanyakan
masyarakat pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan berperan penting
melalui keluarga, masyarakat dan pengusaha.
Dalam pendidikan seumur hidup
dikenal adanya empat macam konsep kunci, yaitu:
a.
Konsep Pendidikan Seumur Hidup Itu Sendiri
Sebagai suatu konsep,
maka pendidikan seumur hidup diartikan sebagai tujuan
atau ide formal untuk pengorganisasian dan pengstrukturan pengalaman-pengalaman
pendidikan. Hal ini berarti pendidikan akan meliputi seluruh rentangan usia,
dari usia yang paling muda sampai paling tua, dan adanya basis institusi yang amat
berbeda dengan basis yang mendasari persekolahan konsensional.
b.
Konsep Belajar Seumur Hidup
Dalam pendidikan seumur hidup berarti pelajar karena
respons terhadap keinginan yang didasari untuk belajar dan angan-angan
pendidikan menyediakan kondisi-kondisi yang membantu belajar.
c.
Konsep Pelajar Seumur Hidup
Belajar seumur hidup dimaksudkan adalah orang-orang
yang sadar tentang diri mereka sebagai pelajar seumur hidup, melihat belajar
baru sebagai cara yang logis untuk mengatasi problema dan terdorong tinggi
sekali untuk belajar di seluruh tingkat usia dan menerima tantangan dan
perubahan seumur hidup sebagai pemberi kesempatan untuk belajar baru.
Komentar
Posting Komentar